Home

PMII

PMII Rayon FISIP Universitas Jember (Unej)

Jln. Halmahera II No 21, Jember 68121

Telp. (0331)321464

www.halmahera21.wordpress.com

pmii_rayon_fisipunej@yahoo.com

bagi sahabat-sahabati, alumni maupun kader yang ingin memberi sumbangsih pikiran bisa dikirim via email atau menghubungi pengurus.

2 Tanggapan to “Home”

  1. hermanto Says:

    titip untuk akademik administrasi publik
    MENCIPTAKAN BIROKRASI “CERDAS ” DALAM REFORMASI BIROKRASI
    Oleh : Hermanto Rohman

    Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono menargetkan reformasi birokrasi selesai pada 2011. Padahal, secara faktual masih banyak persoalan yang muncul sebagai dampak dari ketidakmampuan lembaga-lembaga pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik yang lebih baik. Image birokrasi yang identik dengan kerja lamban dan korup. Belum lagi image pelayanan publik di tingkatan prosedur / aturan yang memakan waktu dan biaya (bureaucratic cost) yang mahal, serta tidak ada jaminan tepat waktu sesuai yang dijanjikan oleh aturan. Seperti diakui sendiri oleh SBY, ia amat cemas atas perilaku dan watak birokrasi kita. Birokrasi yang gemuk dan lamban dirasakan SBY tidak efektif dalam menerjemahkan visi, misi, strategi, program, dan target pemerintahan periode 2004-2009 (Dinno Pati Jalal, Harus Bisa: Seni Memimpin Ala SBY, 2008: 77-78).
    Berbagai upaya untuk menciptakan lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi publik yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat telah dilakukan dengan bermacam-macam resep misalnya redesigning, reengineering, debirokratisasi, perampingan, reformasi, banishing dan sebagainya. Hal itu muncul seiring dengan perkembangan jaman dan harapan akan pelayanan oleh organisasi publik (birokrasi), lebih berprientasi pada public, professional, efektif, effisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive dan adaptif.
    Berangkat dari berbagai kelemahan yang kerap kali muncul sebagai kritikan terhadap birokrasi di Indonesai, ada beberapa formulasi-formulasi sebagai pattern yang berkembang saat ini yang mungkin bisa di kembangkan dalam memperbaiki Birokrasi di Indonesia; Pertama, Intellegent organization sebagaimana uraian Gifford Pinchot dan Elizabet Pinchot dalam bukunya The end of Bureucracy and the Rise of Intellegent Organization (1993) yang menguraikan timbul tenggelamnya birokrasi dan memberikan tujuh inti organisasi cerdas.
    Konsep organisasi cerdas atau intellegent organization merupakan reaksi terhadap derajat ketidak berdayaan birokrasi dalam mengontrol perkembangan lingkungan yang menjadikan pathology birokrasi (bureaunomia) yang menggejala jauh kedalam struktur, manajemen dan budaya organisasi selama ini dan juga sebagai jawaban akan tuntutan pembaharuan birokrasi sebagai pelayan publik di masa depan. Gifford Pinchot dan Elizabeth Pinchot dalam buku yang sama menjelaskan bahwa ada tiga hal yang melandasi organisasi untuk bisa “cerdas“ yaitu, Widerspread truth and rights, di dalam birokrasi kita perlu ditanamkan pemahaman bahwa setiap orang memperoleh informasi yang benar, cepat, dan akurat dan setiap orang menyadari akan hak-haknya dan berkesempatan untuk memperjuangkannya; Freedom of interprise, di dalam birokrasi kita setiap orang bekerja diatur sesuai dengan pengetahuan, keahlian dan ketrampilannya guna memenuhi harapan konsumer; Liberated (empowered) teams, Bekerja sebagai tim artinya bahwa sebuah tim terdapat anggapan bahwa tidak ada manusia yang sempurna setiap orang ada kelebihan dan kekurangan dan masing-masing individu dalam tim akan salaing menutupi.
    Dalam organisasi yang cerdas nilai tertinggi yang mengikat dan menggerakkan organisasi bukanlah ketaatan dan kepatuhan bawahan terhadap atasan tetapi adalah mutual trust. Secara singkat organisasi cerdas adalah organisasi yang mampu berperan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, disatu pihak dan siap menjalankan perubahan terus menerus.
    Kedua , Learning Organization sebagai tindak lanjut dari “organisasi yang cerdas”. Dimana melalui learning organization dapat menumbuhkan komitmen dalam individu atau kelompok dalam oraganisasi birokrasi sehingga mampu menciptakan produk pelayanan yang inovatif sesuai dengan tuntutan masyarakat. Sama seperti manusia organisasi menjadi cerdas maka organisasi harus belajar, dan dari sinilah lahir konsep Learning organization. Iklim yang kompetitif dan akselerasi perubahan lingkungan yang semakin tinggi menuntut organisasi birokrasi untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan agar mampu bertahan dan mampu untuk berkompetitif.
    Salah satu cara untuk mencapai kondisi tersebut adalah melakukan transformasi organisasi menuju Learning organization. Garvin (1993) memandang learning organization sebagai pengorganisasian kreativitas, kecakapan dan transfer knowledge sehingga mampu memperbaiki perilaku dan menemukan knowledge yang baru. Learning organization dapat dilihat sebagai pemberdayaan individu atau kelompok dalam organisasi sehingga mampu menciptakan produk dan jaringan kerja yang inovatif baik dari dalam dan diluar organisasi.
    Hal ini menjadi penting karena organisasi dituntut untuk bisa melakukan perubahan ditengah persaingan yang semakin global, Esperjo (1996) mengatakan “the competitive landscape is changing, and the new models of competitivness are needed to deal with the chalenges a head”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa organisasi dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan sehingga organisasi mampu memberikan kualitas produk dan jasa kepada pelanggannya mengingat kompetisi yang makin meningkat. Berdasar hal tersebut maka pengembangan dan perubahan organisasi merupakan kebutuhan yang nyata dari organisasi.
    Menurut Gibson (1994) prinsip pembelajaran dalam konteks pengembangan organisasi memiliki tiga tahap : Pertama, unfreezing old learning. Membutuhkan orang yang ingin mempelajari cara baru untuk bertindak dengan kata lain pola lama dicairkan dulu. Artinya pendapat lama, paradigma lama dan orang-orang yang masih bersikukuh didalamnya harus mampu untuk dirubah. Kedua, Movement to new learning. Pergerakan ke pembelajaran baru dimana membutuhkan pelatihan, demontrasi, dan pemberdayaan ( empowerment ). Ketiga, Refreezing the learned behavior. Pembekuan kembali perilaku yang telah dipelajari terjadi melalui penerapan penguatan dan umpan balik. Dua prinsip ini menyarankan agar pola baru yang teradaptasi oleh lingkungan intern maupun ekstern organisasi Birokrasi di Indonesia.
    Ketiga tahapan ini akan terus berubah karena perubahan terus terjadi (change, change and change again). Dengan kata lain organisasi membutuhkan transformasi secara terus menerus ntuk menciptakan dan mempertahankan perubahan. Organisasi dalam menghadapi perubahan maka organisasi membutuhkan transformasi secara fundamental agar bisa survive. Organisasi harus inovatif dan kreatif serta fleksible dalam menghadapi perubahan.

  2. Laila Mahbubah Says:

    untuk alamat rayon lain kenapa g di pos kan juga


Tinggalkan komentar